Dua unsur pertama merangkum “kearifan” (prajna). Tiga unsur berikutnya merangkum “moralitas” (shila), dan tiga unsur terakhir merangkum “daya konsentrasi” (Samadhi).
Paparan tersebut membersitkan pesan kuat, betapa unsur pikiran, penalaran, dan pertimbangan akal budi yang secara khusus diwarnai oleh pemusatan perhatian (konsentrasi), mendapatkan garis bawah tebal pada khazanah filsafat Gautama Buddha.
Penonjolan peran pikiran dan daya konsentrasi itu boleh memicu peruyakan inspirasi penting untuk menjawab tantangan dan menipiskan efek samping buruk aktivisme yang makin obsesif kompulsif.
Seyogianya perikehidupan manusia dan masyarakat di aneka sektor selalu dirajut dengan upaya maksimal yang bergulir pada landasan “pikiran-konsentrasi-perasaan-sikap-tindakan”.
Batu-batu landasan itu niscaya disusun urut dan tidak boleh dibolak balik: pikiran dan konsentrasi dulu, baru kemudian perasaan, lalu sikap dan tindakan.
Dengan Bahasa lain, Daniel Goleman (1995) mengutarakan gagasan yang relative sama. Ia mengajukan gagasan tentang “emosi yang cerdas” dan “kecerdasan emosi”. Dua ungkapan tersebut juga merangkum pengertian tampilan perasaan yang sungguh diperkaya terlebih dulu dengan andil daya pikiran jernih.