Memahami Virus Cinta di Tengah Wabah Covid-19

 Oleh Inosensius Sutam*(Sebuah Refleksi di Hari Kasih Sayang)

Bunga menjadi bahasa cinta. Bahasa kehidupan. Cinta adalah tawa dan senyum kita, ketika kita disakiti, dikerasi, digosipi yang bukan-bukan, ketika kelemahan kita menjadi buah bibir dan dicibir, dan bukannya menjadi buah bantuan yang kita harapkan untuk hidup lebih sempurna.   Cinta itu memaafkan dan mengampuni seperti Tuhan sendiri.

Kelima, cinta itu kekal dan abadi. Cinta itu agung. Cinta sejati selalu hidup, ia tak pernah mati. Ia hidup dalam roh dan napas setiap orang. Ia hidup dalam pengalaman kita walaupun mungkin kita tak menyadarinya.

Cinta itu yang menyebabkan kita tidak meninggalkan rumah setelah bertengkar dan menangis. Cinta itu yang menyebabkan kita kembali ke rumah, ketika sebelumnya kita ingin lari karena jengkel dan marah.

Cinta membuat kita mengusap kembali setelah menempeleng. Cinta membuat kita memeluk dan mencium kembali setelah memarahi dan menyumpahi. Cinta membuat kita berlutut setelah menginjak.  Cinta adalah penyembuh luka hati.

Cinta itu adalah ibu yang mengusap air mata kita. Bunga  dipetik, layu dan mati. Tapi keindahan dan keharumannya tak pernah mati. Bunga kering dibuang dan dibakar, dia dilupakan tapi   rasa indah dan harumnya tak pernah terbuang dan terbakar,  tak terlupakan.

BACA JUGA:
Poro Duka yang Malang dan Duka yang Terlupakan
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More