Permakultur dan Eksegese Sukacita di Tengah Pandemi

Oleh : Bernadinus Steni (Penggiat Standar Berkelanjutan)

Petani tidak perlu terlalu puyeng memikirkan cara mendapatkan air, pupuk yang tepat, apalagi mencangkul batu. Mereka telah dianugerahi Negeri susu dan madu. Bahkan benih mati pun bisa tumbuh sendiri.

Di Kupang atau Timor pada umumnya, tidak ada keistimewaan seperti itu. Tidak hanya kering dan diganjar iklim semi-arid, lahan Kupang dijepit karang. Teknik pembukaan lahan memerlukan ilmu khusus.

Pertama-tama harus diperhitungkan secara matang bagaimana cara mengupas karang. Karena beda dengan batu-batu lainnya, karang adalah untaian sulaman yang sambung menyambung dan mengikat permukaan tanah. Tidak ada cara lain untuk menaklukannya selain menghantamkan linggis di sela urat-urat batu.

Hal ini pun, belum ada buku manualnya. Bagi pemula, jangan berharap ada petunjuk untuk segera paham bagaimana menonjok “otot tendon” dan “bisep” si batu agar mudah lepas.

Semuanya itu mengandalkan pengalaman yang mengarahkan petani agar bisa mencungkil potongan demi potongan karang satu per satu hingga hanya tersisa tanah.

BACA JUGA:
Sikap Reflektif Kritis Guru Penggerak Terhadap Kritikan Masyarakat (Sebagai Ekspresi Guru Memaknai HUT Kemerdekaan RI)  
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More