Permakultur dan Eksegese Sukacita di Tengah Pandemi
Oleh : Bernadinus Steni (Penggiat Standar Berkelanjutan)
Kata Pak Anton, tubuh mengikuti hukum ciptaan, bahwa air mengisi 70-80 %. Karena itu, jangan sampai kita makan lebih banyak daripada asupan air. Saya ikuti petunjuk itu. Lebih dari itu, saya mencoba memperbaiki relasi saya dengan suami dan keluarga.
Berat memang. Merajut kembali cermin yang telah retak harus dimulai dari membuat diri tiarap. Mengalah dan terus mengalah. Hal-hal sepele tidak saya pertentangkan. Suara yang tadinya ketus dan meninggi jadi lebih lembut dan halus.
Ternyata lama-lama suami mulai lembut. Ada lho hasilnya. Suatu waktu, saya terkejut menemukan payudara saya berlubang. Benjolan yang tadinya membesar, tiba-tiba hilang. Saya tahu keajaiban terjadi. Meski sembuh, namanya manusia tetap saja ada goncangan.
Beberapa riak masih terjadi di keluarga. Tetapi tidak seperti dulu yang berakhir dengan baku hantam, saya cenderung berusaha untuk kembali merajut kembali. Disini di Mekon ini kami seringkali dipanggil untuk refleksi. Tiap hari berkebun, ngobrol dengan pasien lain.
Tidak ada batas status sosial. Semua orang disini sama. Hasilnya, selain sembuh, acapkali kami menemukan keluarga baru. Dari segelas kopi tiap pagi, keluar perbincangan yang bikin kita berkenalan. Lalu gelas berikutnya, jadi sahabat. Setelah itu, jadi keluarga.”