Permakultur dan Eksegese Sukacita di Tengah Pandemi

Oleh : Bernadinus Steni (Penggiat Standar Berkelanjutan)

Testimoni

Tentu saja dari semua cerita ini, orang butuh bukti. Ada ribuan yang bisa dikisahkan dari berbagai penjuru Indonesia, bahkan dari mancanegara. Saya memilih satu, berikut ini.

Seorang ibu sembuh dari kanker payudara bercerita. “Saya dulu badannya selebar gajah. Perubahan itu terjadi sejak rumah tangga saya ambruk. Tiada ada hari tanpa bertengkar dengan suami.

Saat kami saling menghabisi dengan semburan sumpah serapah dan kata-kata kasar, terkadang dengan pukulan yang bikin wajah babak belur, anak-anak kami bersembunyi di kamar. Mereka kuatir setiap perkelahian kami akan berujung pada penganiayahan.

Tentu mereka sengsara sekali. Saya melarikan kekosongan sukacita di rumah dengan makan tak terkontrol. Jadilah saya gemuk. Tiap hari melar tak karuan. Lalu belakangan saya mulai merasakan benjolan pada payudara.

Kanker sudah selebar telur mulai menggerogoti diri saya. Saya diminta dokter untuk mengangkat payudara karena kanker yang saya alami termasuk ganas. Tapi saya ragu. Lalu tibalah suatu waktu saya bertemu Bapak Anton Porat.

BACA JUGA:
Kami Rindu Listrik Negara Hadir di Kampung Ini
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More