
Martabat Manusia dalam Pastoral Kesehatan Mental
Oleh Yasinta Daus, Mahasiswi STIPAS St. Sirilus Ruteng
Stigma terhadapgangguan kesehatan mental adalah salah satu penghalang terbesar bagi pemulihan. Dalam banyaknya kasus,stigma ini berasal dari ketidaktahuan, ketakutan atau stereotip yang menempel pada induvidu yang mengalami masalah mental. Pendekatan pastoral harus secara aktif menetang stigma ini dengan membangun kesadaran dan edukasi yang menegaskan nilai dan martabat setiap manusia tanpa terkecuali.
Disini pastoral dapat berperan penting sebagai agen perubahan sosial dengan membina sikap inklusif di masyarakat dan komunitas religius. Melalui Pendidikan, dialog, dan pelayanan yang nyata stigma dapat dikurangi sehingga induvidu yang mengalami gangguan mental tidak lagi merasa dikucilkan atau dihina. Ini sangat penting dalam menjaga martabat mereka agar tetap utuh. Menjaga martabat manusia dalam pastoral kesehatan mental juga menghadirkan tantangan etis salah satunya adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara memberikan dukungan spiritual dan menghormati otonomi induvidu. Kadang-kadang,intervensi pastoral dapat berhadapan dengan dilemma terkait pilihan pribadi seseorang dalam menghadapi kondisi mentalnya. Pendamping pastoral harus berhati-hati agar tidak memaksakan pandangan atau keyakinan tertentu, melainkan memberikan ruang bagi induvidu untuk mengekspresikan diri dan membuat keputusan secara sadar. Ini juga berarti menghormati privasi, rahasia, dan kerahasiaan dalam proses pendampingan, sebagai bagian dari peghormatan terhadap martabat.
