MacIntyre dan Etika Keutamaan
Oleh: Iqbal Hasanuddin (Character Building Development Center, Binus University)
Aristoteles sendiri membedakan antara konsep manusia yang nyata ada dan manusia yang telah mewujudkan tujuan-tujuan atau telosnya. Di sini, manusia dikatakan telah berkeutamaan jika ia telah berhasil mewujudkan atau mengoptimalkan apa yang terbaik dari dirinya. Jika itu telah terjadi, maka manusia tersebut telah sampai pada level manusia utama atau manusia yang baik.
Pertanyaannya kemudian apakah manusia yang baik itu? Bagaimana Keutamaan-keutamaan bisa dicapai? Dalam hal ini, MacIntyre mengemukakan tiga hal terkait peran penting komunitas bagi pengembangan keutamaan-keutamaan sehingga manusia bisa sampai kepada tujuan atau telosnya; kegiatan bermakna, kesatuan naratif dan tradisi moral.
Pertama, kegiatan bermakna. Mengikuti Aristoteles, MacIntyre mengemukakan bahwa keutamaan-keutaman tidak mencul dengan sendirinya dalam diri setiap orang. Sebaliknya, keutamaan-keutamaan hanya bisa diperoleh dalam latihan terus menerus setiap saat dalam “kegiatan bermakna.” Misalnya, untuk menjadi pemain bola profesional yang handal, seseorang harus mau berlatih dengan rajin sejak dini. Untuk menjadi yang terbaik, ia harus melakukan banyak hal yang tidak dilakukan oleh orang lain. Ketika saatnya tiba, ia akan bisa mewujudkan semua potensi yang dimilikinya dan menjadi pemain bola yang baik.