MacIntyre dan Etika Keutamaan
Oleh: Iqbal Hasanuddin (Character Building Development Center, Binus University)
Dalam keadaan yang ditandai oleh ketidaksepakatan moral tersebut, dalam ulasan MacIntyre, kita bisa memilih sikap yang ditawarkan oleh Nietzsche atau Aristoteles. Jika mengikuti Nietzsche, kita menerima nihilisme di dalam kehidupan kita di mana tidak ada lagi nilai-nilai yang patut dijadikan pegangan. Jika mencoba untuk menengok kembali kepada warisan Aristoteles, kita akan mulai merumuskan kembali apa itu manusia yang baik dan bagaimana mengembangkan tatanan sosial berdasarkan konsep manusia yang baik itu.
Untuk mengatasi kegagalan etika Pencerahan yang berujung pada emotivisme, nalar instrumental dan nihilisme tersebut, MacIntyre sendiri tampaknya mengajak kita untuk kembali kepada etika keutamaan yang pernah dikemukakan oleh Aristoteles. Bagi MacIntyre, etika keutamaan memiliki segala prasyarat untuk dijadikan sebuah kerangka bagi moralitas karena berpijak dari suatu konsep manusia yang baik. Istilah “keutamaan” dalam istilah “etika keutamaan” itu sendiri sebetulnya menunjukan sebuah konsep tentang hidup yang baik di mana manusia menjalani kehidupan dalam rangka mewujudkan potensi-potensi terbaik yang dimilikinya.