Lodok Lingko: Kompas Budaya yang Dilupakan dalam Pariwisata Manggarai Raya

Oleh Akib Hehanussa, S.Pd., M.Par, Kaprodi D4 Pengelolaan Perhotelan, Politeknik eLBajo Commodus

Lodok tidak dibentuk secara asal-asalan. Titik tengahnya, disebut Teno, adalah pusat ritual yang menandai hubungan antara manusia, leluhur, dan alam. Dari sanalah, tanah dibagi secara adil ke setiap anggota klan melalui garis radial, menunjukkan cara masyarakat Manggarai merancang tata ruang bukan hanya dengan logika produktivitas, tetapi juga dengan etika dan rasa hormat. Ini adalah warisan ekologis dan sosial yang sangat relevan dengan semangat pariwisata berkelanjutan yang saat ini digencarkan.

Sayangnya, filosofi seperti ini hampir tidak terdengar dalam narasi pembangunan pariwisata saat ini. Yang lebih sering muncul adalah angka: jumlah kunjungan wisatawan, nilai investasi, panjang jalan, kapasitas kamar dan ukuran kuantitatif lainnya. Pariwisata dilihat dari perspektif pertumbuhan ekonomi semata, bukan sebagai ruang untuk memperkuat identitas diri dan berdampak positif pada kehidupan masyarakat lokal.

Ketika pantai telah berubah menjadi privatearea, ketika tanah adat disulap menjadi private resort, dan ketika kampung-kampung tradisional dikemas hanya sebagai tontonan tanpa pelibatan masyarakat lokal, maka yang terjadi adalah peminggiran yang halus tapi nyata, pelan tapi pasti. Masyarakat adat secara perlahan akan kehilangan kontrol atas ruang hidupnya, dan budaya lokal dijadikan komoditas tanpa perlindungan nilai.

Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More