
Krisis Air dalam Perspektif Laudato Si’
Oleh Natalia Barbara Muma, Mahasiswi Semester VII STIPAS St. Sirilus Ruteng
IRONI besar sedang terjadi Di Ruteng, kota kecil yang dikenal sebagai jantung budaya Manggarai. Di tengah kekayaan alam yang melimpah, warga kesulitan mendapatkan air bersih. Sebuah paradoks nyata. Air yang melimpah di lereng-lereng pegunungan kini tak lagi mudah diakses oleh mereka yang hidup dibawahnya. Dalam konteks ini, krisis air bukan hanya soal teknis atau kelalaian manajerial tetapi persoalan ekologis, moral, dan spiritual yang sangat dalam.
Krisis air di Ruteng mencerminkan isu yang telah lama disuarakan dalam Ensiklik Laudato Si’ oleh Paus Fransiskus. kerusakan lingkungan selalu berkaitan erat dengan ketidakadilan sosial. Ensiklik ini tidak hanya menawarkan kritik terhadap paradigma pembangunan yang eksploitatif, tetapi juga memberikan arahan moral dan spiritual bagi kita untuk bertindak.
Ruteng dan Jeritan Tanah yang Kehausan!
Sejak beberapa tahun terakhir, masyarakat Ruteng mengalami kesulitan yang semakin parah dalam mengakses air bersih. Keluhan soal debit air yang menurun telah muncul sejak 2014. Namun, krisis ini mencapai titik kritis pada awal tahun 2024. Warga kemudian menyuarakan kekecewaanmelalui berbagai aksi dan media sosial terhadap pemerintah daerah dan Perumda Tirta Komodo yang dianggap lamban menangani persoalan ini.