
Beliau menulis tanggapannya melalui kanal What’sApp (WA) pribadi. Atas seizin dirinya, saya coba mengelaborasi lebih dalam poin-poin yang disinggung dalam komentarnya itu.
Pertama-tama, misionaris yang bekerja di Pilipina ini memberikan pujian yang tulus atas ‘opini’ saya tersebut. “Saya membaca tulisan pak Sil tentang SMAK Loyola. Luar biasa. Api akademiknya semakin bersinar”, tulis Pater Kornelis.
Terkait dengan ‘penyesalan saya’ perihal keterlambatan menekuni dunia literasi, alumnus STFK Ledalero ini menegaskan bahwa ‘tidak ada kata-kata terlambat’. Literasi adalah sebuah budaya yang bisa ditekuni oleh siapa dan kapan saja. Kata kuncinya adalah kemauan dan tekad yang kuat.
Selanjutnya, komentar Pater Kornelis itu, akan diturunkan secara utuh pada bagian berikut ini. “Saya senyum-senyum sendiri ketika mengingat kembali persoalan yang dikategorikan serius waktu itu terkait tulisan di majalah dinding yang diberi judul “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”, karya Fransiskus Jehoda, yang sekarang ini menjabat sebagai Kepala sekolah SMK Negeri Wae Cepang, Satarmese Barat, Kab. Manggarai.