Ketika Transpuan Sikka dan Awak Media “Buka-Bukaan” di Kantor Redaksi florespedia.id Maumere
Oleh Walburgus Abulat (Wartawan Pojokbebas.com)
Selain mengenakan pakaian ala perempuan, lanjut Macin, ia pun sejak kelas 4 SD sudah pintar make up, merawat diri dan memakai anting. “Perubahan saya ini membuat bapa saya marah, dan melakukan beberapa
tindakan kekerasan. Namun saya tetap tabah.Apalagi mama saya mulai menerima saya apa adanya. Saya pun tetap menunjukkan keberadaan saya sebagai transpuan,” ujarnya bangga.
Akibat sikap yang keras dan tetap ngotot pilihan menjadi transpuan, maka ia tidak mendapatkan dukungan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang tinggi. “Untuk melanjutkan cita-cita ke jenjang tinggi, saya
harus mencari kerja. Saya akhirnya merantau ke Surabaya dengan bermodalkan uang Rp500 ribu. Saya berangkat ke Surabaya dengan menggunakan mobil ekspedisi,” kisahnya.
Setiba di Surabaya, lanjut Macin, ia bekerja sebagai kuli kasar dan bekerja di beberapa salon untuk menghidupi diri.“Saya juga mulai membangun relasi dengan banyak orang, termasuk dengan transpuan
lainnya,Ketua Perwakas Sikka Ma Vera, dan beberapa lainnya. Berkat relasi yang baik, maka ada kenalan yang menginformasikan seputar program beasiswa. Saya ikuti program itu, dan lulus untuk melanjutkan
studi di Akper. Cita-cita saya dari kecil jadi perawat,” kata Macin.