Ketika Transpuan Sikka dan Awak Media “Buka-Bukaan” di Kantor Redaksi florespedia.id Maumere
Oleh Walburgus Abulat (Wartawan Pojokbebas.com)
Bunda Mayora menjelaskan bahwa keberadaan waria di Sikka semakin diketahui publik berawal dari Gempa Tektonik Tahun 1992 yang membuat hidup warga Sikka mengalami kesulitan, termasuk waria. “Untuk menyambut hidup, para waria harus aktif berkarya dan bekerja. Karena itu, setelah gempa mereka pergi merantau di Jawa. Sampai di Jawa, mereka bertemu yang namanya Persatuan Waria Kota Surabaya
(Perwakos). Ada kegiatannya. Kemudian berdasarkan pengalaman di Surabaya, maka kemudian di Maumere dibentuk Perwakabs (Persatuan Waria Kabupaten Sikka) itu menjadi awal penerimaan masyarakat terhadap
kelompok minoritas gender, secara khusus adalah waria,” kata Bunda Mayora.
Bunda Mayora pada kesempatan ini juga mensyeringkan bagaimana keberadaan awal waria atau Kobek (dalam Bahasa Sikka) di mana dulu mereka selalu Nongkrong di Bola M. “Dulu, kobek-kobek ini mereka nongkrong di Bola M. Karena Nongkrong di Bola M maka mereka dianggap tidak normal, dianggap jahat, karena mereka juga cari uang, mereka disiram oli, mereka dipukuli. Mereka juga lari dari rumah setelah diketahui keluarga, mereka laki tetapi memakai lipstik,” kata Bunda Mayora.