Ketika ‘Laudato Si’ Diuji di Negeri Sendiri; Dimanakah Hati Gereja Berpijak?

Oleh Dr. Don Bosco Doho, Dosen Etika Bisnis pada LSPR Institute of Communication and Business, Jakarta

Flobamora nusa nan indah yang menjadi daya tarik para wisatawan seakan menjadi bukti bahwa Laudato Si harus tetap digaungkan agar keindahan itu berlanjut hingga lusinan generasi ke depan. Para stakeholder pariwisata mengingatkan bahwa trend pariwisata global berkelanjutan sedang dimulai dari green tourism sebagaimana dilaporkan oleh lembaga seperti UN World Tourism Organization (UNWTO), lantas kehadiran geothermal malah hanya akan mengganggu kenyamanan para wisatawan dengan aroma blerang dan sejenisnya. Studi-studi menunjukkan bahwa wisatawan modern semakin mencari destinasi yang menawarkan keaslian ekologis dan budaya, sehingga kehadiran industri ekstraktif seperti geothermal yang berisiko mengganggu lanskap dan kenyamanan justru kontra-produktif.

Penerangan untuk pulau Flores yang begitu kecil tidak harus dengan proyek geothermal. Pemanfaatan sinar surya yang melimpah nyaris sepanjang tahun dan angin yang bertiup kencang merupakan hal yang sangat mungkin dioptimalkan. Ada percakapan di media sosial mengatakan   “Ketika kita berjalan di kota-kota dan desa-desa yang indah di Flobamora, seruan pertobatan ekologis itu seakan diuji oleh pemandangan yang kontradiktif: gunungan sampah di sudut pasar, di pinggir jalan, bahkan tak jauh dari halaman gereja. Bau busuk yang mengganggu kenyamanan hidup umat, merusak keindahan lanskap yang hendak kita bela, dan menjadi sarang penyakit,” dimana miang Laudato Si-nya?

Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More