Kesalahan Logika Hukum Berbahaya Bagi Masyarakat
Oleh Marianus Gaharpung, dosen FH Ubaya & Lawyer di Surabaya
2. Legalisasi oleh Pemkab Sikka. Maaf ade John Bala, kembali kami kutip bahwa “sepakat Perintah UUD Pasal 18B yang kemudian harus dilaksanakan oleh Permendagri No: 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat itu bersifat imperative. Artinya: bersifat perintah yang harus dijalankan. PERTANYAANNYA perintah ini kepada siapa? Siapa yang harus menjalankan TANGGUNG-JAWAB/KEWAJIBAN pengadministrasian hak-hak masyarakat adat? Masyarakat adat sendiri kah?”
Jawabannya pengadministrasian sudah pasti bukan masyarakat tetapi negara dalam hal ini Pemkab Sikka. Apakah Pemkab Sikka takut nanti akan bermunculan suku suku yang memaksa agar diakui sebagai masyarakat adat? Pemkab Sikka tidak mau dianggap hanya ADMINISTRASIKAN saja alias TUKANG STEMPEL. Mengapa Pemkab Sikka tidak hanya mengadministrasikan karena jika seperti itu akan begitu mudah alias liar oknum oknum mengatasnamakan suku suku lalu mengklaim sebagai masyarakat adat dengan tanah ulayatnya agar wajib diakui sebagaimana diakui UUD 1945. Ini akan berbahaya!Contoh di Kecamatan Nita dengan adanya suku- suku lalu mulai mengklaim tanah tanah dari wilayah Nita, Ritapiret Ledalero, Nilo turun terus Biara Karmel, Lepo Gete(keuskupan) rumah sakit Tc. Hillers terus sampai Wolomarang tanah ulayatnya masyarakat adat suku Nita. Suku suku di Nelepun akan bermunculan mengklaim tanah dari Nele, SMA Sint Gabriel Thomas Morus Lapangan umum Kota Baru sampai kampung islam menjadi hak ulayat masyarakat adat suku Nele. Pertanyaannya, mengapa suku suku di Nita Nele dan suku suku lain di Sikka tidak getol seperti kedua suku di Tanah Ai? Apakah suku suku tidak mempunyai adat istiadat, tempat pemujaan nenek moyang dan lain lain? Kami yakin PASTI ADA.