
Kebohongan yang Membara; Ketika Energi “Bersih” Dicemari Lewat Kata-Kata
Oleh Pascual Semaun, SVD , Coordinador Pastoral Social de la Diócesis de Canindeyú, Paraguay
DALAM beberapa tahun terakhir, wacana mengenai “transisi energi”, “pembangunan
berkelanjutan”, dan “energi bersih” semakin sering kita dengar. Istilah-istilah tersebut
disebarluaskan melalui media, kebijakan publik, bahkan masuk ke dalam ruang-ruang
pertemuan desa. Proyek-proyek seperti eksploitasi panas bumi (geothermal), yang
diklaim sebagai solusi hijau untuk krisis iklim, tidak hanya membawa alat berat, tetapi
juga membawa bahasa yang dipoles rapi untuk menyembunyikan tujuan
kekuasaan.
Bahasa ini bukan sekadar alat komunikasi. Ia digunakan sebagai alat kontrol sosial.
Seperti yang pernah dikatakan George Orwell, politik kerap memakai bahasa untuk
“membuat kebohongan terdengar benar, dan kekerasan terlihat terhormat.”
Maka, tidak heran jika banyak masyarakat diyakinkan bahwa apa yang merusak tanah,
air, dan tubuh mereka adalah bagian dari kemajuan.
Komunikasi untuk Menguasai: Warisan Model Lama yang Masih Digunakan
Bagaimana cara kebohongan ini disampaikan? Salah satunya adalah melalui
pendekatan komunikasi yang masih digunakan hingga kini, meskipun lahir pada abad
ke-20, yakni model komunikasi behavioristik-fungsionalis. Dalam model ini, negara,
perusahaan, dan lembaga-lembaga besar bertindak sebagai pengirim pesan (emiten)
yang menyampaikan informasi secara satu arah kepada masyarakat sebagai penerima
(responden) yang dianggap pasif.