
Karena itu, barangkali tepat apa yang disampaikan seorang filsuf, bahwa hanya mereka yang telah selesai dengan dirinya sendiri adalah segelintir manusia yang berani mengungkapkan dirinya sendiri apa adanya.
Dalam konteks keberanian itu pula, saya mendukung Romo Magnis. Lebih dari sekedar statusnya sebagai seorang pastor katolik, ia sebagai manusia telah berani membawa suatu tema yang barang tentu menimbulkan kegaduhan.
Saya yakin sepenuhnya, dia paham implikasinya. Didakwa dengan macam-macam penghakiman adalah salah satunya. Dalam tradisi katolik, banyak pendahulu Romo Magnis yang kehilangan nyawa karena keberanian semacam itu.
Mereka disebut martir. Itu adalah buah dari keberanian. Orang semacam itu barangkali dianggap gila atau aneh. Tetapi di kemudian hari orang memuja mereka sebagai Santo dan Santa, yakni orang yang sudah tuntas dengan dirinya sendiri, sehingga lebih banyak memikirkan orang lain.
Saya mengikuti Romo Magnis lebih banyak dari bukunya daripada perjumpaan pribadi. Mungkin ada diantara pembaca yang lebih pantas menulis tentang beliau. Tetapi dalam banyak cerita tentang Romo Magnis, termasuk dari sahabat yang beragama lain, saya menangkap kesan, ia telah selesai dengan dirinya sendiri.