Kasus Pelecehan Berbau SARA di Media Sosial

 Oleh: Fransiskus Ndejeng

Ketika sudah tersebar dan menjadi viral di dunia Maya, hiruk pikuk mencari pemenangan diri secara pribadi, kelompok, suku, agama, ras dan kelompok tertentu, untuk membela dan  mencari pembenarannya. Namun, secara formal negara selalu mencari kebenaran secara  hukum formal dengan memegang teguh  alat bukti yang kuat untuk menguji kebenaran atas kata-kata, ucapan, simbol, pernyataan, umpatan, pelecehan, pemfitnahan yang  tak berdasar, dalam sebuah undang-undang ITE. Kalau secara budaya, bisa dibuat pernyataan minta maaf,  menurut adat istiadat yang berlaku di tengah masyarakat sesuai  kearifan lokal yang berlaku selama ini secara  konvensional.   Dinyatakan dalam sebuah sumpah adat. Atau sebuah acara” tolak bala”, acara membuang perlakuan yang dian ggap telah bersalah,  dibuang ke laut atau ke sungai yang mengalir untuk menarik kembali kata-kata dan ucapan yang telah terlanjur  disebarkan. Bersumpah untuk membuang kata-kata dan perlakuan yang menyimpang dari kebiasaan adat istiadat yang berlaku di masyarakat kita. Yang dianggap sudah terlanjur jauh bertindak dan berbuat dengan diiringi tutur kata adat yang berlaku.

BACA JUGA:
Gelar HUT RI di IKN,  Jokowi Sewa 1.000 Mobil, Rp 25 Juta Per Unit
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More