Kasus-kasus seperti ini lebih mudah tersiar lewat media komunikasi sosial yang begitu massif di seluruh antero negeri. Tidak ada yang bisa menyembunyikannya. Apalagi, kalau sudah diraciki dan dicekoki oleh berbagai kepentingan politik, ekonomi, sosial budaya dan sebagainya; membuat dunia ini sudah tidak dianggap selebar daun kelor lagi, tetapi sudah meluas seluas buana. Kata- kata netisen mesti sungguh berhati-hati, setiap kali mengeluarkan sebuah stament atau pernyataan yang mengandung unsur-unsur SARA, ya…, tentu, amat berbahaya kalau tidak diatasi dan dikendalikan oleh sebuah hukum informal, nonformal dan formal negara. Setiap orang menyampaikan pernyataan yang sebebas-bebasnya, tanpa terukur secara etika komunikasi, dalam pergaulan sehari-hari. Seolah-olah kebebasan berpendapat dimuka umum seenak jidatnya saja. Tidak terukur secara etika moral berbahasa dan berkomunikasi. Ya…, memang menurut pengamatan penulis selama ini, kita hidup dalam suasana yang tertekan oleh perubahan dunia yang begitu dasyat dalam komunikasi lewat media sosial. Awas! Hari-hari, kita selalu bergaul dengan dunia sosial media. Dunia sosial media dianggap sebagai pedang bermata dua, yang senantiasa tajam di dua sisi. Ibarat pisau bermata dua. Mungkin sebuah ungkapan yang tepat adalah” Hari-harimu adalah Harimaumu”. Setiap hari para penggiat sosial selalu berkomunikasi di dalam ruang virtual, sosial media. Secara sadar atau pun tak sadar akan terjadi pelesetan lidah dan kata-kata yang ditulis atau pun diucapkan dalam percakapan sosial media. Umumnya sering terjadi, bertampak pada kehidupan sosial dalam bingkai kebersamaan. Mengganggu keutuhan hidup kita bersama.
Berita Terkait