Jokowi Dibombardir, Adakah Abuse of Power?
Oleh Dionisius Ngeta, Warga RT 018 RW 005 Kel. Wuring Alok Barat
Putusan MK menjadi sempurnalah sudah semua praduga dan curiga. MK bahkan diplintirkan jadi Mahkamah Keluarga yang memuluskan karpet merah dan sekan jalan pintas bagi Gibran. Pilihan KIM atas Gimbran dikait-kaikan dengan hubungan perkawinan Saudari Jokowi dan Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman. Keputusan MK dan pemilihan Gibran ditengarai penuh dengan entrik politik untuk sebuah dinasti politik. Bisa benar yang dikatakan Cal Thomas: “Salah satu alasan orang membenci politik adalah bukan kebenaran menjadi tujuan politisi, tapi pemilihan dan kekuasaan.”
Publik menduga, demi ponakan Ketua MK, Anwar Usman mengutak-atik aturan negara dan ambil peran yang bukan wewenangnya. Isu politik dinasti pun dipolitisasi dan berhasil diledakan. Sentimen negative terhadap Jokowi di ruang publik pun terjadi. Presiden Jokowi didiskredit sebagai penguasa yang tetap haus akan kekuasaan ketika KIM memilih dan menempatkan Gibran Rakabuming Raka, putera mahkotanya.
Pawang dan nama baik Jokowi dan keluarga terjungkal dan terjun bebas. Tidak sedikit yang tidak lagi menaruh hormat padanya sebagai symbol negara. Jokowi yang jungkir balik bekerja hampir 10 tahun dengan filosofi membangun dari desa, daerah terluar dan terdepan terjungkal ditelan curiga dan praduga. Dia yang pasang badan merebut kembali Freeport dari penjarahan dan penjajahan Amerika selama puluhan tahun seakan tak berdaya di hadapan amarah dan anti pati masyarakat gara-gara putusan MK dan Gibran disepakati dan dipilih oleh KIM.