”Jas Merah” Dari Soekarno: Penguatan Pendidikan Karakter Anak
Oleh: P. Yosep Bala Makin, SVD. Penulis adalah Pastor Paroki St. Yusuf Raba-Bima
Maka ada tahap estetis. Peserta didik dapat menemukan dimensi menarik dan seni dari setiap tokoh masa lalu berupa sikap, perilaku, hasil-hasil budaya karya masa lalu, jejak hidup manusia masa lalu yang masih bisa terbaca hingga saat ini. Pengorbanan yang begitu mulia masih tetap terpatri pada gambar itu. Dalam proses pembelajaran sejarah harus sampai pada membuka hati dan perasaan peserta didik dengan mengunjungi tempat-tempat bersejarah. Mereka boleh melihat karya-karya seni dan mendengarkan karya-karya seni genderang, tambur, suling, guitar, biola. Semuanya itu adalah karya estetis yang mampu menempah hati, perasaan, emosi peserta didik.
Selain itu ada tahap etis. Pada tahap ini, peserta didik dibimbing untuk memahami dimensi keindahan dan keluhuran dari nilai karya manusia di masa lalu. Dimensi etis yang dimaksud di sini adalah peserta didik mendapatkan pemahaman dan pengertian tentang sejarah dikaitkan dengan sikap dan perilaku manusia sebagai manusia yang baik. tentu saja, pada peristiwa-peristiwa masa lalu terdapat contoh-contoh yang menunjukkan sikap kepahlawanan dan ekspresi moral manusia atau masyarakat tetapi sejarah itu sendiri tidak boleh bersikap hitam putih. Kebenaran sejarah mendasarkan diri pada fakta kejadian. Sehubungan dengan Kuntowijoyo mengatakan ”Kalau pendidikan moral harus berbicara benar-salah, dan sastra tergantung dari imajinasi pengarang, maka sejarah harus berbicara dengan fakta”.