
Sebulan selepas pergi anaknya, seorang lelaki mengendap di samping ranjang bambu. Siang itu dengan segala gundah ketika perempuan itu sedang melepas penat. Asap dari tungku mengepul, bara menjalar menghabiskan sisa kulit kemiri. Sebuah tangan merenggut payudara perempuan itu. Janda Moni sekejab bangun dan mendaratkan tangannya di leher lelaki itu, dicekiknya kuat-kuat tanpa ampun sebelum orang-orang berdatangan. Maka beredarlah kabar bahwa perempuan itu hendak menjadikan lelaki itu tumbalnya di siang bolong setelah diculik dengan ilmu hitam.
Jadilah ia tersohor seperti ibunya, memang buah jatuh tidak jauh dari pohon. Perkara itu lenyap begitu saja, sebab siapa yang akan percaya pengakuan perempuan itu. Bagi orang kampung seorang guru agama seperti Lamber tidak mungkin hendak memerkosa perempuan, apa lagi seorang Janda Moni, meski tubuh janda itu begitu ranum sebab sering diminumnya ramuan hutan yang ia buat sendiri.
Semakin terasing pula ia, semakin jauh dari segala urusan agama dan negara. Tinggallah ia sendiri menyetubuhi sepi dan kedamaian alam. Menikmati angin gunung dan segalah binatang hutan. Bersama duka dan penghakiman yang dikubur dalam dada ia berlari memutar arah angin dalam melodi alam. Segala ratap telah mengering di lereng sunyi.*
Sapa Mo Help Jando Moni.
Luar Biasa Ina.
Hhh hajar na hajar