In Memoriam Prof. Azyumardi Azra, M.A., CBE
Oleh Hendrik Maku Dosen IFTK Ledalero, sekarang sedang belajar di SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemberian dirinya yang utuh kepada yang lain telah menjelma menjadi sebuah cahaya yang menghalau kegelapan. Dialah guru dalam arti yang sesungguhnya.
Secara etimologis kata “guru” berasal dari bahasa Sanskerta: gu yang artinya kegelapan dan ru berarti cahaya atau terang. Jadi, guru adalah dia yang diberikan amanah untuk mengantar para muridnya keluar dari situasi kegelapan atau kebodohan untuk masuk kepada kondisi baru yang diliputi oleh cahaya keilmuan.
Prof. Azra, oleh para sahabat dan kenalannya diberikan banyak gelar, antara lain: Inteligensia Bangsa, Intelektual Merdeka, Duta Islam Indonesia di Barat, Guru Bangsa, Cendikiawan Kritis dan Rendah Hati, Investor Kebaikan, dan seterusnya. Gelar-gelar itu tidak selalu sama.
Sebab, setiap orang memiliki pandangan dan pengalaman yang berbeda. Namun demikian, apa pun gelar yang disematkan kepadanya, semuanya bisa dileburkan ke dalam apa yang menjadi hakikat pengabdian dari Prof. Azra yakni menjalankan misi rahmatan lil ‘alamin.
Selamat jalan guru. Terima kasih, engkau adalah lilin keilmuan yang telah memberikan cahaya kepada dunia dengan membakar dirimu sampai habis.***
Tidak ada cara terbaik untuk mengenang seorang guru selain dengan menumbuh-kembangkan benih-benih keilmuannya demi kemaslahatan bersama. Menulis adl salah satu dri sekian metode dalam merawat dan mewariskan nilai yg ditinggalkan oleh sang guru. Aktivitas menulis sesuatu yg ditinggalkn oleh dia yg pergi adl sebuah proyek keabadian dari subjek yg berorientasi bukan kepada kefanaan. Dgn demikian, dia yg telah pergi akan selalu hidup dlm ruang-ruang kenangan dari para mantan muridnya. Sebab, ketika segala yang fana itu kalah di medan jihad, ide yg lahir dari aktivitas beritjihad dan yg dituangkan dlm tulisan akan bertindak sbg pemenang. Tulisan adl senjata akademik yg dapat menaklukkan kesementaraan.