Honor dan Politik Hospitalitas di Lembata
Melihat orang lain bukan bersumber pada subjektivitas tetapi pada orang lain itu sendiri. Ini yang disebut sebagai politik hospitalitas atau etika welcome, sikap menerima yang lain (Ibid.). Masyarakat kecil di Lembata atau juga yang terpapar sengatan Covid-19 dapat dijadikan sebagai contoh orang-orang kecil yang kehadirannya mesti mengetuk pintu hati Pemda khususnya Bupati Lembata.
Kehadiran mereka secara fisik sesungguhnya menegaskan sebuah tuntutan besar yang tak mampu mereka ungkapkan. Bisa saja mereka sedang marah karena honorarium Bupati Lembata terlalu besar dan tidak selaras dengan bukti pelayanan publik Lembata.
Orang Lembata bilang, kerja sedikit tapi makan banyak atau mimpi banyak tapi hasilnya mangkrak! Ada suara yang berseru-seru di balik fisik masyarakat Lembata; mereka barangkali menginginkan agar honorarium yang fantastis tersebut dipangkas dan dialihfungsikan untuk kebutuhan urgen publik Lembata.
Seorang pemimpin yang secara substansial melayani masyarakat telah berubah menjadi penumpuk modal di akhir masa jabatan. Ini sedang dikritik secara bisu oleh masyarakat Lembata secara umum dan pasien Covid-19 atau empat orang janda lanjut usia sebagaimana diberitakan media Nusataonline.com dengan judul: Kisah 4 Janda Lansia di Lewoleba, Hidup Tanpa Perhatian dari Pemkab Lembata. Mereka itu ialah Elisabeth Dona (67), Katharina Bewa (82), Martha Bengan (69), dan Martha Kewa Namang (43). Dari judul tersebut jelas menegaskan apatisme sosial Pemda Lembata terhadap kaum marjinal.