Honor dan Politik Hospitalitas di Lembata

Barangkali kesimpulan ini benar: politik sesungguhnya bukan untuk melayani tetapi ada nuansa kapitalisasi keuangan. Akumulasi modal tercepat bisa dicapai lewat jalur politik. Saya melihat fenomena ini mulai nampak dalam tubuh Pemerintah Daerah Lembata di akhir masa kepemimpinan Yance Sunur-Thomas Ola. Indikatornya bisa dilihat sesuai kenaikan honor bagi Bupati Lembata pemilik Kuma Resort yang gemar mengadakan beraneka festival tersebut. Pada akhir musim politik, tiba-tiba honor naik drastis. Hal ini menurut saya adalah bentuk kapitalisasi keuangan Daerah Lembata yang masih disebut sebagai Kabupaten tertinggal.

Belajar pada E. Levinas

Seorang filsuf Prancis, menurut saya dapat menjadi sumber olah pikir dan rasa bagi para politisi yang doyan pada gaji pokok dan honorarium yang fantastis. Ia adalah Emanuel Levinas.

Dalam etika wajah, E. Levinas menjelaskan bahwa seorang subjek dalam relasinya dengan subjek-subjek yang lain – mereka itu adalah orang-orang kecil, janda, yatim piatu dan lain-lain – mesti mampu melihat sesuatu yang transenden di balik fisik mereka yang dapat dijangkau secara indrawi. Artinya, subjek – dalam konteks tulisan ini adalah para politisi – mesti membaca tuntutan subjek-subjek minor lain bukan secara kasat mata saja melainkan melihatnya menembus batas. Misalnya, kehadiran orang-orang kecil mesti dilihat melampaui bisnis dan kebebasan pribadi (Felix Baghi, 2012).

BACA JUGA:
Natalia, Prajurit TNI AU asal Maumere dan Wanita Pertama Akan Terjun di Nangaroro
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More