Golgota Dan “Move On” Kekuasaan

Oleh : Alvares Keupung **

Parade panjang penyesahan dan penyiksaan tubuh Yesus, pada akhirnya mesti berakhir di Bukit Golgota. Lalu, mengapa mesti di Bukit Golgota ? Bukit Golgota sendiri artinya “Bukit Tengkorak”. Kita bisa membayangkan, menjadi “Bukit Tengkorak”, bisa jadi sebagai tempat terakhir pelaksanaan eksekusi mati atas terdakwa hukuman mati. “Bukit Tengkorak”, bisa jadi pilihan tempat terakhir batas antara kehidupan dan kematian yang sangat tipis. “Bukit Tengkorak”, bisa jadi ribuan kepala tak bernyawa lagi dan menjadi tengkorak berhamparan di sana.Tempat itu sunyi, jauh dari keramaian. Secara politik kekuasaan Yahudi, pilihan “Bukit Golgota” menjadi semacam pengamanan kekuasaan ke dalam zona nyaman. Tempat tak ada lagi ruang pembelaan bagi terdakwa, pun Yesus dari khalayak pembela, karena untuk mencpai puncak Bukit Golgota, mesti melalui perjalanan yang panjang dan melelahkan. Siapakah mampu secara fisik untuk setia mencapai puncaknya ? Kalau pun ada, hanya segelintir kecil orang yang mampu mencapai puncak Bukit Golgota, akan tetapi, secara politik kekuasaan tidak punya daya untuk melawan serta membatalkan rencana hukuman penyaliban Yesus dari kekuasaan yang lalim dan keji. Begitulah kekuasaan, kalau sudah diliputi oleh kepentingan dan kerakusan yang mapan, akan membutakan mata nurani yang jernih.

BACA JUGA:
Salib: Dari Penghinaan Menuju Kemuliaan
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More