Fosil Manusia Purba Flores Dipajangkan di Pameran Re-Image Bikon Blewut Ledalero
Oleh Walburgus Abulat (Wartawan Pojokbebas.com)
Eka menegaskan bahwa kerja kuratorial Piet Petu, SVD secara tegas ingin membangun museum Bikon Blewut sebagai contact zone. “Pater Piet Petu ingin meretas pola-pola representasi yang kerap ditemui di museum-museum luar negeri yang dalam banyak kasus jatuh pada saintisme di satu kutub dan eksotisme di kutub yang lain. Sementara bagi Piet Petu, SVD museum haruslah sinkronis sekaligus diakronis, universal sekaligus spesifik. Museum wajib merepresentasikan konteks-konteks khas dari artefak-artefak yang tidak datang dari vakum budaya tertentu, sekaligus membangun wacana global dan pemaknaan yang tertuju pada nilai-nilai universal. Museum harus merawat nilai-nilai tradisional, lokal, dan kontekstual dari suatu entitas budaya sekaligus terus-menerus menjadikan unsur-unsur budaya tersebut relevan bagi masyarakat dan terutama lingkungan dekatnya,” katanya.
Setelah Piet Petu, SVD wafat pada 24 November 2021, lanjut Eka, visi Bikon Blewut seakan kian pudar dan buram. Keterlibatan publik dalam hal apresiasi dan resepsi terhadap pengetahuan yang diproduksi olehnya amat minim. “Hampir tidak ada program publik yang diselenggarakan secara sengaja oleh museum dan melibatkan masyarakat, termasuk di dalamnya hal-hal elementer seperti tour sekolah (study tour), pameran koleksi, atau diskusi publik yang dulu secara berkala dibuat oleh Piet Petu, SVD. Pengunjung organik yang secara serius berniat datang dan mempelajari koleksi museum Bikon Blewut pun dapat dihitung dengan jari. Belum lagi, pengelolaan museum yang secara display, dramaturgi, kurasi dan perawatan koleksi boleh dibilang jauh dari kata profesional kerap menjadi perhatian banyak pengunjung. Melihat catatan-catatan itu, tanpa perlu menimbang artefak di dalamnya, museum Bikon Blewut adalah artefak dalam dirinya sendiri, yang kaku, mati, serta tak lagi kontekstual dan relevan,” kata Eka.