Fosil Manusia Purba Flores Dipajangkan di Pameran Re-Image Bikon Blewut Ledalero
Oleh Walburgus Abulat (Wartawan Pojokbebas.com)
Eka mengakui bahwa Museum Bikon Blewut lahir dari kerja-kerja geologi, antropologi, dan etnologi yang dikembangkan dalam beberapa periode ekspedisi.
Periode pertama, lanjut Eka, dimotori oleh para misionaris asing yang turut memberi warna pada perkembangan teori-teori kebudayaan, mulai dari Dr. Th. Verhoeven, SVD; Paul Arndt, SVD; W. Koppers, SVD; M. Guisinde, SVD; W. van Bekum, SVD; dan P. Mommersteeg, SVD. Beberapa dari antara mereka adalah murid-murid awal Wilhem Schmidt (1868-1954), seorang pencetus teori difusi kebudayaan dengan salah satu publikasi terkenal berjudul Der Usprung Der Gottesdee.
Pada periode berikutnya, lanjutnya, mulai terlibat beberapa misionaris lokal, di antaranya Darius Nggawa, SVD; Piet Petu, SVD; Frans Nurak, SVD; dan Rokus Due Awe SVD. Pada perkembangannya, Piet Petu, SVD kemudian menjadi salah satu tokoh penting dalam pendirian Museum Bikon Blewut.
Eka mengakui bahwa pendekatan etnografi dan antropologi adalah salah satu paradigma baru yang menerjemahkan spirit Maximum Illud. Lebih jauh, pendekatan ini juga didasari oleh kesadaran untuk memproduksi pengetahuan pada tataran lokal dan menciptakan agen-agen misi lokal yang lebih relevan dengan isu dan konteks budaya setempat. Pengetahuan lokal ini lantas disilangtukarkan dengan pengetahuan yang berkembang di berbagai wilayah misi lainnya, tidak hanya untuk pengembangan misi tetapi juga ilmu pengetahuan. Tradisi intelektual misalnya terpresentasi dalam jurnal antropologi legendaris ANTHROPOS yang dipelopori oleh Wilhem Schmidt, SVD tahun 1906. Pada awal hingga tengah tahun 1900-an, studi-studi etnografi dan antropologi di Flores turut mewarnai wacana global.” Eka mengakui bahwa beberapa edisi jurnal Anthropos bahkan dicetak di Ende oleh Percetakan Arnoldus untuk menjembatani masalah transportasi dan komunikasi misi yang sulit pada tahun-tahun itu.