Euforia Menyambut Kurikulum Baru atau Baru Kurikulum

Oleh Fardinandus Erikson, Peminat Karya Pendidikan

Sartre mengkritik segala bentuk penggunaan karakter sebagai alat untuk mencapai tujuan atau norma yang ditentukan oleh masyarakat. Ia menekankan bahwa individu harus bertindak otentik, dengan memilih nilai-nilai dan karakter mereka sendiri, tanpa menjadikannya sekadar sarana untuk memenuhi harapan atau tujuan eksternal. Dalam pandangan Sartre, karakter sejati tidak dapat diperlakukan sebagai instrument untuk kepentingan pragmatis.

Di Indonesia, beberapa pakar atau pemikir juga membahas masalah ini dalam kaitannya dengan politik, media, dan budaya masyarakat. Berikut adalah beberapa Pandangan terkait instrumentalisasi karakter menurut para pakar Indonesia:

  1. Mochtar Mas’oed (Ahli Psikologi Politik)

Mochtar Mas’oed, seorang ahli psikologi politik, berpendapat bahwa dalam konteks politik, karakter seseorang atau bahkan sebuah kelompok sering kali dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu. Misalnya, politisi atau actor politik menggunakan citra atau karakter tertentu untuk mendapatkan dukungan massa, yang pada akhirnya

BACA JUGA:
Ziarah: Momentum Duc in Altum, Kesempatan Bertolak Lebih Dalam
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More