Euforia Menyambut Kurikulum Baru atau Baru Kurikulum

Oleh Fardinandus Erikson, Peminat Karya Pendidikan

Dalam pandangan utilitarianisme, meskipun nilai-nilai moral bisa digunakan untuk mencapai kebahagiaan terbesar, Mill juga menyadari bahwa karakter moral yang baik—seperti empati, kebajikan, atau kejujuran—harus dipandang lebih dari sekadar alat untuk hasil yang lebih besar. Keberadaan nilai-nilai tersebut penting dalam mendukung tujuan moral, bukan hanya sebagai instrumen untuk tujuan pragmatis.

 

  1. Friedrich Nietzsche (1844–1900)

Nietzsche sering mengkritik moralitas tradisional yang ia pandang sebagai moralitas budak, yang dipandang sebagai alat untuk mengekang kebebasan dan potensi individu. Ia menyarankan agar individu menciptakannilai-nilai mereka sendiri melalui apa yang ia sebut dengan “will to power” (kehendak untuk berkuasa). Namun, meskipun Nietzsche mengutamakan pencapaian kekuatan atau potensi diri, ia mengkritik pandangan yang semata-mata menggunakan karakter atau moralitas untuk tujuan pragmatis yang dangkal.

Nietzsche menentang penurunan moralitas menjadi alat untuk mencapai tujuan praktis yang dangkal, karena ia melihat moralitas tradisional sebagai upaya untuk menekan kebebasan individu. Ia mendukung pembentukan karakter yang lebih otentik dan bebas, yang tidak semata-mata digunakan sebagai alat untuk tujuan eksternal, tetapi yang lahir dari ekspresi sejati potensi manusia.

BACA JUGA:
Keuskupan Maumere Legal Atas Tanah HGU di Tanah AI (Asas Presumption Iustae Causa)
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More