Estetika Mitologi Komodo

Oleh: Charles Jama, Dosen Seni Universitas Nusa Cendana

KEPUTUSAN menaikan tarif masuk Taman Nasional Komodo (TNK) dan pulau di sekitarnya menyita perhatian kita. Berbagai diskusi lepas maupun resmi melontar berbagai pandangan setuju dan menolak.

Yang tidak setuju melakukan aksi penolakan. Akasi penolakan yang dramatis itu mendapat tindakan represif pemerintah melalui aparat. Sejumlah pendemo ditahan, tidak sedikit para pendemo terluka.

Mirisnya, aksi memungut sampah yang dilakukan oleh pelaku pariwisata ditindak oleh aparat kepolisian. Dalam video yang diposting pada sosial media Facebook, terlihat aparat kepolisian memukul peserta aksi.

Predikat sebagai destinasi wisata premium ternoda oleh tindakan kekerasan aparat yang seharusnya ramah. Niat baik pegiat pariwisata dalam membersihkan sampah di kota pariwisata premium itu ternegasi. Terlebih karena tekanan tersebut mencoreng sisi kemanusiaan.

Naiknya Tarif Masuk Taman Nasional Komodo: Melukai Saudara Kembar Komodo Verheijen (1987) seorang filolog menulis kisah tentang “Ndadi-ne Kiling Modo” (Terjadinya Desa Komodo).

BACA JUGA:
Kopdit Pintu Air, Dari Rotat Nian Tana Sikka Untuk Nusantara
Berita Terkait
2 Komen
  1. Soni berkata

    Ulasan ini perlu diapresiasi dan dipublikasikan agar menjadi rujukan reflektif setiap pemangku kepentingan..

  2. Agus berkata

    Terimakasih masukannya. Analisis yg bagus dan akan dijadikan refferensi untukbersama membuka duskusi² agar semua obkek wisata perlu memperhatikan kearifan lokal. Salam.

Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More