Estetika Caci dan Ekofeminisme

Oleh: Charles Jama (Dosen Seni Universitas Nusa Cendana)

Aksi fashion yang diperagakan oleh putri Indonesia NTT 2022 sepantasnya menunjukkan karakteristik estetika ekofeminisme dari seni pertunjukan Caci. Menutup bagian pinggang ke bawah sebagai representasi pertobatan dan menjaga kemurnian alam agar dijauhkan dari eksploitasi. Tugasnya adalah mengkampanyekan peran perempuan dalam menjaga kelestarian alam.

Perisai (nggiling) merupakan symbol ibu bumi. Pemain Caci yang memahami peran nggiling dan nilai filosofinya memperlakukannya dengan baik. Pada saat menyerahkan dan menerima perisai, pemain Caci berlutut sebagai tanda hormat kepada ibu bumi. Tujuannya adalah agar selamat dari serangan yang mematikan.

Pada adegan fashion show, perisai sebagimana dalam estetika ekofeminisme. Ia memainkan perisai pada area bagian bawah. Padahal dalam pertunjukan Caci, nggiling ditempatkan setara dan pada bagian atas tubuh untuk melindungi diri.

Tidak dapat dipungkiri, pemain Caci masa kini juga melakukan bias terhadap peran nggiling dalam melindungi tubuh. Misalnya cara menangkis, pemain Caci menggunakan “taang gaya” istilah gaya menangkis masa kini. Dalam tradisinya, cara menagkis ada dua yaitu cara tertutup (taang tolo) dan cara terbuka (taang raga).

BACA JUGA:
Menulis Sesuatu di Balik Sesuatu ’Biar Dikenal Dunia’
Berita Terkait
1 Komen
  1. John Hagun berkata

    SalutKaee..👍🤝🌹☕📖

Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More