Diksi “Baik” Dalam Figur Seorang Gembala
Oleh: Apoloninus Anas (Direktur LBKP U-Geninus Kefamenanu)
Semua pengikut Kristus adalah domba-domba, baik yang terlibat dalam hidup selibat maupun yang tidak terlibat. Para biarawan mestinya selalu berjuang dan berkanjang sampai hampir menyerupai karakter gembala yang baik yang mengandalkan kemiskinan, kemurnian dan ketaatan sebagai kekhasan dan kehususanya itu. Demikian pun kaum yang tak berselibat harus juga terlibat dalam misi Kristus pada situasi yang lain melalui hidup berkeluarga.
Jika para biarawan dan biarawati disebut sebagai gembala maka mampukan menangkal tantangan dan deru zaman. Sebab seorang gembala dalam konteks hidup sangat besar tuntutannya seperti tertuang dalam syair Mazmur Hari Minggu Paskah ke 4 yaitu memastikan kebutuhan jiwa dan raga umat sebagai kawanan dipenuhi.
Bukan sebaliknya domba dombalah yang memenuhi kebutuhan jiwa dan raga sang gembala. Jika itu terjadi maka itu bukan gembala seperti Yesus. Bisa jadi lagu Madah Bakti berjudul “Tuhanlah gembalaku” diplesetkan menjadi “Umatlah gembalaku”. Sebab yang memberi makan Umat. “Makan minum tiada henti, umat yang memberi. Mestinya figur gembala yang dakatakan Yesus bersifat partisipatif dan kerjasama dengan umat mewujudkan kehidupan yang ideal baik jiwa maupun raga dalam satu ekosistem iman Kristiani.