
Tanpa api ia tidak dapat memasak makanan untuk makan siang bagi dirinya dan bayinya. Ia memanggil temannya di rumah yang lain dan bertanya apakah ia mempunyai api. Temannya menjawab bahwa ia punya api. Tapi persoalannya bagaimana membawa api kepada temannya. Mereka masih punya anak bayi. Mereka tidak boleh keluar rumah.
Ibu yang membutuhkan api menyampaikan satu ide cerdas. Dia bilang kepada temannya di rumah yang lain untuk memanggil anjingnya (die lako) dan mengikat sepotong sabut yang sudah disulut arang api di ekor anjing tersebut. Lalu,ibu yang membutuhkan api akan memanggil anjingnya itu. Terjadilah demikian. Dengan bantuan anjing, persoalan teratasi dengan baik. Semua berlangsung dengan tenang dan bahkan membanggakan.
Di sore hari ketika warga kampong pulang dari ladang, para ibu tadi menceritakan apa yang terjadi. Spontan kampong menjadi gaduh karena riuh-redah tertawa warga setelah mendengar cerita kedua ibu itu. Entahlah yang mereka tertawakan: Apakah ide brilian dari kedua ibu itu untuk saling berbagi api? Atau,menertawakan anjing sebagai pembawa api?