
Dari Rerum Novarum ke Algoretika; Jejak Sosial Gereja Katolik di Tengah Revolusi Zaman
Oleh Pascual Semaun, SVD, Misionaris Serikat Sabda Allah- Paraguay, Amerika Latin.
Satu dekade kemudian, dalam Centesimus Annus (1991)—seabad setelah Rerum Novarum—
Yohanes Paulus II merefleksikan jatuhnya komunisme dan membedah dinamika kapitalisme
modern. Ia tidak serta-merta memuja pasar bebas, tetapi menegaskan perlunya regulasi etis,
solidaritas, dan prinsip subsidiaritas, agar sistem ekonomi tetap berpihak pada manusia,
bukan pada modal. Ia menyadarkan dunia bahwa pembangunan ekonomi tanpa dasar etika
adalah bentuk perbudakan modern yang dibungkus dengan nama kemajuan.
Benediktus XVI: Cinta dalam Kebenaran dan Agenda Pembangunan Manusia Seutuhnya
Di antara dinamika ideologis masa Yohanes Paulus II dan pendekatan pastoral Fransiskus yang
lebih populer, Paus Benediktus XVI hadir sebagai teolog yang tajam, kontemplatif, dan kritis
terhadap arah moral dunia modern. Masa kepemimpinannya (2005–2013) berlangsung di
tengah krisis ekonomi global 2008, meningkatnya relativisme moral, dan berkembangnya
kecenderungan isolatif dalam budaya digital.
Dalam ensiklik Caritas in Veritate (2009), Benediktus XVI menyampaikan seruan profetik:
bahwa cinta—yang menjadi dasar ajaran Kristen—harus berpijak pada kebenaran agar tidak
terperangkap dalam sentimentalitas kosong. Menurutnya, dunia modern tengah mengalami
“krisis makna,” di mana pertumbuhan ekonomi tidak selalu sejalan dengan pertumbuhan
dan perkembangan integral manusia.