
Dari Rerum Novarum ke Algoretika; Jejak Sosial Gereja Katolik di Tengah Revolusi Zaman
Oleh Pascual Semaun, SVD, Misionaris Serikat Sabda Allah- Paraguay, Amerika Latin.
Dalam kondisi tersebut, Paus Leo XIII tampil sebagai pemimpin Gereja yang berani menembus
batas sakralitas dan berbicara tentang keadilan sosial. Melalui ensiklik Rerum Novarum
(1891), ia menyatakan bahwa Gereja tidak boleh berpangku tangan terhadap penderitaan
manusia. Dokumen ini secara tegas membela hak-hak buruh atas upah layak, jam kerja yang
adil dan bermartabat, dan kebebasan berserikat, sekaligus menolak dua ekstrem: kapitalisme
tanpa etika dan sosialisme yang mencaplok kebebasan individu.
Bagi Leo XIII, tugas Gereja bukan hanya menyelamatkan jiwa, tetapi juga mengangkat harkat
hidup manusia dalam struktur ekonomi yang adil. Dengan demikian, Gereja bukan lagi hanya
hadir dan bergelut dalam ranah spiritual-institusional, melainkan juga aktor moral dalam
masyarakat modern.
Yohanes Paulus II: Martabat Kerja dan Perlawanan terhadap Ideologi Totaliter
Memasuki abad ke-20, dunia berubah menjadi arena konflik ideologis antara kapitalisme dan
komunisme. Lahir dan besar di Polandia—negara di bawah rezim komunis—Paus Yohanes
Paulus II memahami dari dekat dampak penindasan sistem totaliter terhadap kebebasan
individu dan nilai-nilai iman. Dalam Laborem Exercens (1981), ia menegaskan bahwa kerja
bukan sekadar aktivitas ekonomi, melainkan panggilan kodrati manusia untuk berpartisipasi
dalam karya penciptaan. Sistem apa pun yang mereduksi manusia menjadi alat produksi,
kata sang paus, adalah bentuk ketidakadilan struktural. Ia memperjuangkan prinsip upah adil,
partisipasi pekerja, dan perlindungan terhadap keluarga buruh.