
Dari Rerum Novarum ke Algoretika; Jejak Sosial Gereja Katolik di Tengah Revolusi Zaman
Oleh Pascual Semaun, SVD, Misionaris Serikat Sabda Allah- Paraguay, Amerika Latin.
DARI dentuman mesin pabrik Revolusi Industri hingga gelombang algoritma Inteligencia
Artificial (AI), dunia terus berubah dengan kecepatan dan kompleksitas yang menantang. Di
tengah arus besar itu, Gereja Katolik tetap berdiri sebagai penjaga nilai-nilai kemanusiaan,
menjawab persoalan zamannya tanpa kehilangan jati diri. Empat paus dari era berbeda—Leo
XIII, Yohanes Paulus II, Paus Benediktus XVI, Paus Fransiskus, dan kini Leo XIV—menjadi saksi
sekaligus penggerak transformasi moral dunia modern. Masing-masing menghadapi
tantangan unik, namun semua menawarkan satu benang merah: martabat manusia harus
dijunjung tinggi dalam sistem sosial apa pun.
Leo XIII: Menyuarakan Hak Buruh di Tengah Asap Revolusi Industri
Ketika Revolusi Industri mengubah wajah dunia pada akhir abad ke-19, masyarakat modern
lahir dari kepulan asap pabrik dan deru mesin-mesin produksi massal. Namun, kemajuan itu
datang dengan harga mahal: eksploitasi buruh, ketimpangan sosial, dan keterasingan
manusia dari pekerjaannya. Gereja Katolik sendiri saat itu mengalami krisis legitimasi, pasca
runtuhnya Negara-Negara Kepausan. Los Estados Pontificios, oficialmente Estado de la Iglesia
adalah wilayah-wilayah di semenanjung Italia yang berada di bawah otoritas langsung paus,
dengan beberapa periode kekosongan kekuasaan, dari tahun 756 hingga 1870.