Dari Komunitas Basis Gerejani Menuju Komunitas Basis Manusiawi: Sebuah Upaya Gereja Katolik Dalam Membangun Dialog Antar-Agama di Indonesia (Bagian I)

Oleh Drs. Hironimus Pakaenoni, L.Th. (Dosen Fakultas Filsafat Unwira Kupang)

2.1.2. Demokratisasi Negara

Selama tiga puluh dua tahun (1965-1997) rezim Soeharto membangun sebuah Negara otoritatif-militer dengan karakter otokratis-tunggal. Sembari nampaknya alim, Soeharto dalam kenyataan aktual adalah seorang
pemimpin absolut nan lalim yang menghancurkan siapapun yang berani membatasi keinginannya. Selama tiga puluhan tahun, kekuasaan ekonomi, politik dan militer digenggam segelintir elite di Jakarta.

Gerakan demokratisasi yang dipelopori oleh para mahasiswa pada tahun 1997 bermaksud untuk mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat, untuk menurunkan pemimpin-pemimpin ekonomi yang korup dan meruntuhkan rezim militer represif yang menggunakan pola komando “top-down” dan yang mengeksploitasi sumber-sumber alam bangsa demi keuntungan-keuntungan pribadi mereka. Istana “Cendana” Soeharto, takhta kekuasaan yang lalim, yang dikontrol oleh pasukan tentara dan dilindungi para staf politik yang bertindak sebagai kedok-kedok yang sah, secara sistematis menghancurkan nilai-nilai luhur budaya dan agama, dan mengubahnya dengan budaya kekuasaan serta ketamakan yang brutal.

BACA JUGA:
Dosen dan Mahasiswa STFK Ledalero Soroti Praktik Kebebasan Beragama dan HAM di Indonesia
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More