Fakta menunjukkan bahwa masih ada banyak pemimpin tertahbis yang memandang dan memperlakukan komunitas-komunitas basis gerejani seturut model klerikal-piramidal, sementara kebanyakan kaum awam memandang komunitas-komunitas basis gerejani sebagai semacam basis bagi kehidupan sosial-spiritual mereka. Ambiguitas ini tentu saja merupakan rintangan bagi pembangunan komunitas-komunitas basis gerejani.
Jelaslah bahwa pembaharuan gerejani yang didorong oleh Konsili Vatikan II nyatanya bertentangan dengan proses konsolidasi kekuasaan ekonomi, politik, dan militer di bawah rezim Soeharto. Sembari menyaksikan
runtuhnya rezim ini sekitar tahun 1997/1998, Gereja Indonesia berjuang untuk menghidupkan kembali wawasan-wawasan Konsili Vatikan II, untuk menyuburkan akar-akar Gereja yang masih hidup dan menumbuhkannya di era kerusuhan sosial di bawah rezim Soeharto. Dalam konteks ini, komunitas-komunitas basis gerejani yang diinspirasi semangat Konsili Vatikan II merupakan sarana sekaligus wadah yang kuat untuk memulihkan kembali harga diri serta martabat seluruh umat.