Dari Komunitas Basis Gerejani Menuju Komunitas Basis Manusiawi: Sebuah Upaya Gereja Katolik Dalam Membangun Dialog Antar-Agama di Indonesia (Bagian I)

Oleh Drs. Hironimus Pakaenoni, L.Th. (Dosen Fakultas Filsafat Unwira Kupang)

 

2.1.1. Pembaharuan Di Dalam Kehidupan Gereja

Dalam konteks hidup menggereja di Indonesia dewasa ini, perubahan pola pastoral dari “top down” dengan karakter klerikal-otoritatif ke pola pastoral “persekutuan setara” yang merangkul seluruh Umat Allah, sesungguhnya telah dimulai jauh sebelum era reformasi politik di Indonesia sekitar tahun 1997/1998. Hal ini kiranya sejalan dengan semangat  pembaharuan Gereja yang telah dirintis oleh Konsili Vatikan II (1962 – 1965), yang bermaksud mengubah pola Gereja yang terlampau mirip dengan gaya monarki absolut ala Eropa sejak era Imperium Romanum hingga abad kesembilan belas. Dalam bab kedua dari Konstitusi Dogmatis mengenai Gereja, Konsili Vatikan II menggambarkan Gereja sebagai Persekutuan Umat Allah, yakni para musafir yang sedang mengembara di dunia ini.

Karena itu, Gereja hendaknya tidak lagi dilihat sebagai sebuah piramide, melainkan sebagai sejumlah besar lingkaran yang terjalin satu sama lain”. Dioses dan paroki terdiri dari persatuan kelompok-kelompok kristiani yang saling terhubung. Sejak Konsili Vatikan II, muncul sejumlah istilah, seperti: “Gereja Kolegial” yakni Gereja yang dipimpin oleh Dewan para Uskup, Imam, dan Umat Awam; “Gereja Sinodal”, yakni Gereja yang berjalan bersama-sama; “Gereja yang menggarami dunia”, dan lain-lain.

BACA JUGA:
Ketika SMPK Frater Maumere Terus Mengukir Prestasi  Gemilang Bidang Sains di Tingkat Daerah, Nasional, dan Internasional
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More