Pada level sosio-politik, sejarah politik Indonesia mengungkapkan bahwa usaha-usaha dari Gereja Katolik Indonesia untuk masuk ke dalam bidang politik tidak berada dalam semangat perjuangan nasional sebagaimana yang terjadi dengan Serikat Islam, gerakan kiri atau nasionalis. Sambil mengadopsi nama Pakempalan Politiek Katholiek Djawi (PPKD), partisipasi dalam politik sebagaimana dimulai oleh I.J.Kasimo dengan dukungan moral dari dua imam Katolik Belanda, sesungguhnya merupakan gerakan budaya sebagaimana organisasi Budi Utomo. Ini berarti bahwa bagi pendiri partai politik pertama itu, menyandang label “Katolik”, membatasi ide-ide politik pada bidang kepentingan gerejawi. Baru kemudian, dalam keterlibatan politik partai yang semakin meningkat, aspek politik dari ide-ide I.J.Kasimo diberikan penekanan lebih.
Gerakan itu tampaknya untuk memanfaatkan juga doktrin umum yang didasarkan pada nilai-nilai moral orang Jawa dan prinsip-prinsip manajemen umum, yang berasal dari pepatah Jawa, “sepi ing pamrih, rame ing gawe”, yang berarti bahwa orang mesti bekerja keras bagi orang lain sambil mengurangi kepentingan diri sendiri, atau
mengabdi pada kepentingan umum tanpa pamrih. I.J.Kasimo menerjemahkan pepatah itu ke dalam tiga proposisi: (1)tanggungjawab dari para petugas, pejabat dan pemimpin; (2) sedikit bicara, bekerja keras; (3)menempatkan orang yang tepat pada tempat yang tepat.