Dari Komunitas Basis Gerejani Menuju Komunitas Basis Manusiawi: Sebuah Upaya Gereja Katolik Dalam Membangun Dialog Antar-Agama di Indonesia (Bagian I)

Oleh Drs. Hironimus Pakaenoni, L.Th. (Dosen Fakultas Filsafat Unwira Kupang)

Pada level sosio-politik, sejarah politik Indonesia mengungkapkan bahwa usaha-usaha dari Gereja Katolik Indonesia untuk masuk ke dalam bidang politik tidak berada dalam semangat perjuangan nasional sebagaimana yang terjadi dengan Serikat Islam, gerakan kiri atau nasionalis. Sambil mengadopsi nama Pakempalan Politiek Katholiek Djawi (PPKD), partisipasi dalam politik sebagaimana dimulai oleh I.J.Kasimo dengan dukungan moral dari dua imam Katolik Belanda, sesungguhnya merupakan gerakan budaya sebagaimana organisasi Budi Utomo. Ini berarti bahwa bagi pendiri partai politik pertama itu, menyandang label “Katolik”, membatasi ide-ide politik pada bidang kepentingan gerejawi. Baru kemudian, dalam keterlibatan politik partai yang semakin meningkat, aspek politik dari ide-ide I.J.Kasimo diberikan penekanan lebih.

Gerakan itu tampaknya untuk memanfaatkan juga doktrin umum yang didasarkan pada nilai-nilai moral orang Jawa dan prinsip-prinsip manajemen umum, yang berasal dari pepatah Jawa, “sepi ing pamrih, rame ing gawe”, yang berarti bahwa orang mesti bekerja keras bagi orang lain sambil mengurangi kepentingan diri sendiri, atau
mengabdi pada kepentingan umum tanpa pamrih. I.J.Kasimo menerjemahkan pepatah itu ke dalam tiga proposisi: (1)tanggungjawab dari para petugas, pejabat dan pemimpin; (2) sedikit bicara, bekerja keras; (3)menempatkan orang yang tepat pada tempat yang tepat.

BACA JUGA:
Kami Dengar Kami Taati, Waspadai Aksi Bom Bunuh Diri
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More