Damai Dalam Helatan Pilkades Serentak Kabupaten Lembata: Mengapa Harus (Sekedar Catatan Lepas)
Oleh: Romaldus Molan Belalawe, S FIL
Secara sepintas acara deklarasi yang dilakukan ini tampaknya biasa-biasa saja. Bahkan kegiatan ini juga tidak masuk dalam tahapan Pilkades. Namun kegiatan yang tampaknya biasa-biasa saja dan sederhana ini sesungguhnya menitipkan satu pesan penting yang semestinya harus tetap terpatri oleh semua pihak yaitu bahwa damai adalah hal yang niscaya dalam momentum Pilkades ini.
Mengapa damai itu menjadi hal yang niscaya atau mutlak dan harus sebenarnya sederhana namun mendasar. Pertama-tama karena kendati Pilkades ini adalah ajang kompetisi politis, namun kompetisi ini tidak boleh memisahkan apalagi merusak relasi kekerabatan atau persaudaraan yang ada di desa yang telah dilestarikan sejak dahulu oleh leluhur dan nenek moyang (di Kedang, misalnya, hampir semua masyarakat terikat dalam satu kekerabatan seperti ine-ame binen-ma’ing, ehoq meker kangaring).
Hal yang lain, mengapa harus damai adalah untuk perjalanan roda pemerintahan di desa pasca Pilkades. Luka yang diakibatkan karena tidak adanya damai sebelum pemilihan (semisal bentrok antar massa pendukung, konflik antar sesama calon, konflik antara panitia dengan calon, konflik antara panitia dengan Pemdes dan BPD, dan seterusnya, tentu akan terus terbawa (besar kemungkinan) hingga di era kepemimpinan di desa dipegang oleh Kades terpilih. Bila sudah demikian maka keberlangsungan roda pemerintahan di desa akan timpang berjalan – hanya karena masih ada ‘luka yang belum sembuh’ atau ‘dendam yang belum selesai’.