Cerpen: Menangis Dalam Hujan, Menangis Dalam Asap
Mengenang Momen-momen Sunyi Dalam Hidup Karena Ada Yang Pergi Jauh
Di malam hari, ketika kami akan makan malam, sunyi sekali rasanya. Tidak ada lagi “ritual” rutin memanggil Agung untuk makan malam bersama. Kami hanya berdua saja. Pada saat itulah saya menangis di meja makan. Ibunya juga menangis. Maka kami berdua pun menangis berdua.
Sedih sekali rasanya. Kami tinggal berdua saja. Kedua anak di asrama. Ya, begitulah rupanya hidup. Bermula hanya berdua, lalu bertiga, lalu berempat, tetapi kemudian bertiga lagi, dan sekarang hanya berdua lagi. Itulah irama kehidupan.
Rasa Sepi Mamaku Dulu
Hal kedua yang saya ingat ialah dulu di masa kecilku. Tahun 1973 kakak sulung kami, Kaka Sin, menamatkan pendidikan tingkat sekolah dasar di SDK Lamba-Ketang.
Oleh karena itu, ia harus pindah ke Ruteng untuk masuk pendidikan Sekolah Kepandaian dan Ketrampilan Putri (SKKP, setingkat SMP). Yang mengantar kak Sin ke Ruteng adalah Bapa.
Pagi itu, mereka berangkat pagi-pagi. Saya masih ingat mama mengantar kak Sin sampai di punggung bukit di dekat wae teku Ketang. Sedangkan saya, mengikuti mereka sampai lewat jembatan wae Lelang dekat Tango. Sesudah itu saya pulang.