Catatan Sederhana Tentang Tanah HGU Nangahale
Oleh Drs. Alexander Longginus (Aktivis LSM dan Mantan Bupati Sikka)
Kami ingat di Kabupaten Sikka yang menjadi ketua DAMAN adalah saudara Yosef Lewor Gobang asal desa Runut, yang kemudian berubah nama menjadi Muhamad Yusuf Lewor Gobang, karena berpindah agama, dan kini tidak tahu dimana orangnya sekarang. Setelah DAMAN terbentuk baru oleh aktivis LSM2 mulai mengorganisir dan membentuk ini MA dan mengiventarisir lahan lahan mana yang dianggap tanah tanah suku/ tanah adat yang harus diperjuangkan oleh lembaga DAMAN ini.
3. Tahun 2003 saat kami sebagai bupati waktu itu, bulan desember, tanggalnya sudah lupa, tetapi ingat betul kami membuat pertemuan di Nangahale, di tempat/rumah kecil yang dibangun oleh kelompok yang menamakan MA Utan Wair dengan ketua Adatnya ketika itu moat Germanus Geron, menjadi kepala suku Utan Wair tetapi beliau sendiri orang asli dari Hewokloang. Mereka sejatinya mempunyai rumah adat yang berada antara SMAN dan SMKN Talibura di Nangahale, sampai sekarang. Pada saat pertemuan itu, MA diorganisir oleh saudara Yosef Lewor Gobang, (sebelum pindah agama), dan kami hadir waktu itu sebagai Bupati Sikka dan para anggota MUSPIDA, dan beberapa staf, sementara MA dihadiri pula oleh seorang guru bernama Damianus Daseng, mantan bruder Antonius Toni dan sebagian warga Utan Wair yang sudah pindah tinggal di sebelah utara jalan negara Maumere Larantuka, dimana pemukiman itu sebagian ditempati oleh warga muslim dari Pulau Babi dan warga pulau disekitarnya dan warga dari Utan Wair tersebut. Kedua pemukiman tersebut mendapatkan persetujuan tinggal oleh Uskup Keuskupan Agung Ende, (Mgr.Longginus da Cunha, Pr.) sebagai Pemegang HGU, waktu itu. Dalam pertemuan itu, yang getol berbicara adalah sdr. Yosef Lewor Gobang, Antonius Toni dan Damianus Daseng dan beberapa warga lain, dimana mereka mempersoalkan “Tanah Nangahale” itu sebagai tanah milik nenek moyang mereka yang diperjuangkan sejak leluhur dan nenek moyang mereka sudah sejak lama. Ketika kami bertanya, kira-kira nenek moyang berjuang melawan siapa dan dalam hal apa. Mereka tidak bisa menjawab.. Akhirnya saudara Damianus Daseng mengatakan kepada saudara Antonius Toni, bahwa mereka berdua adalah orang Tanah Rawa, sehingga mereka berdua TIDAK PUNYA hak untuk bicara sebagai MA.