“Buru Warat” dan Deep Ecology ala Orang Manggarai

Oleh: Bernadinus Steni*

Dianggap kuno dan tidak masuk akal, meski agama telah mengkoreksi hal itu bukan bida’ah. Namun itu semua hanya alasan permukaan.

Senyap di dalam sana adalah pengabaian tradisi by design untuk diganti deru chainsaw dan tanaman monokultur. Tidak sedikit yang jadi komplotan mengganyang rimba, konon karena perut lapar.

Pengambil kebijakan yang seharusnya kaya akan dialog dan inovasi, tidak jauh beda. Sama-sama lapar lahan. Yang empuhnya otoritas enggan mengambil sikap bijak untuk menemukan solusi bersama.

Perbendaharaan mereka hanya palu gada, berupa norma dan program ala kadarnya. Kalau ada pelanggaran, yang nampak cuma bentakan, squat jump dan ancaman penjara dari jagawana.

Krisis solusi dan inovasi, dimulai dari enggan bertanya. Sikap itu ditinggal di semak-semak masa lalu dengan excuse tak laku jaman now, meski sebenarnya hanya untuk menyembunyikan perut buncit yang enggan bela rasa.

Seharusnya, mata air yang makin kering, lahan yang kerontang, hujan yang galak ibarat air bah mengembalikan jiwa kita untuk bertanya, “ada apa dan harus berbuat apa”.

BACA JUGA:
Bupati Heri Haruskan Setiap Calon Kades Petahana Melampirkan Bukti  Laporan  Pajak Sebagai Syarat Dalam Pencalonan
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More