Dianggap kuno dan tidak masuk akal, meski agama telah mengkoreksi hal itu bukan bida’ah. Namun itu semua hanya alasan permukaan.
Senyap di dalam sana adalah pengabaian tradisi by design untuk diganti deru chainsaw dan tanaman monokultur. Tidak sedikit yang jadi komplotan mengganyang rimba, konon karena perut lapar.
Pengambil kebijakan yang seharusnya kaya akan dialog dan inovasi, tidak jauh beda. Sama-sama lapar lahan. Yang empuhnya otoritas enggan mengambil sikap bijak untuk menemukan solusi bersama.
Perbendaharaan mereka hanya palu gada, berupa norma dan program ala kadarnya. Kalau ada pelanggaran, yang nampak cuma bentakan, squat jump dan ancaman penjara dari jagawana.
Krisis solusi dan inovasi, dimulai dari enggan bertanya. Sikap itu ditinggal di semak-semak masa lalu dengan excuse tak laku jaman now, meski sebenarnya hanya untuk menyembunyikan perut buncit yang enggan bela rasa.
Seharusnya, mata air yang makin kering, lahan yang kerontang, hujan yang galak ibarat air bah mengembalikan jiwa kita untuk bertanya, “ada apa dan harus berbuat apa”.