“Buru Warat” dan Deep Ecology ala Orang Manggarai

Oleh: Bernadinus Steni*

KONSEP-konsep baru yang bicara pelestarian lingkungan tidak jauh-jauh dari halaman belakang rumah. Bahkan masuk ke dalam rumah, dari dapur hingga sepiring nasi.

Makanya hari-hari ini orang kebut bicara kearifan lokal, seolah-olah hal itu baru bertelur kemarin. Padahal dari dulu juga orang-orang tua kita menjalani sikap seperti itu sebagai kewajaran belaka.

Tidak ada embel-embel arif, bijak, dan seterusnya seperti di bangku-bangku kuliah dan diskusi ilmiah. Tetapi itulah dunia ilmu pengetahuan. Tak sahih kalau tak diuji.

Demikianlah. Gagasan dan metode pelestarian lingkungan makin kesini makin kembali ke diri.

Orang makin yakin, kelestarian lingkungan bukan lagi semata-mata seperangkat etika komunal yang memanggil kesadaran kolektif, tetapi pertama-tama dari perilaku individual. Ekologi itu personal.

Di antara tesis ekologi diri, deep ecology adalah satu yang mengemuka dalam menjunjung sikap spiritual “aku” dan “kita” dengan alam. Alam semesta tidak hanya dipandang di luar diri, tetapi satu dan terkoneksi dengan diri.

BACA JUGA:
Menata Pariwisata Yang Partisipatif dan Holistik
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More