Bumi Baru Perspektif ‘Laudato Si’ Paus Fransiskus dan Relevansinya dalam Upaya Menyelamatkan Bumi Indonesia yang Kian Suram
Oleh Bruder Yulius Sudir, SVD (Koordinator JPIC Keuskupan Agung Samarinda)**
Ketiga, Tingkat perpecahan dalam masyarakat lokal sangat tinggi. Di mana, ada dua kelompok masyarakat, ada yang menolak kehadiran perusahaan dan ada kelompok masyarakat yang menerima perusahaan. Kelompok yang menolak kehadiran perusahaan bertitik tolak untuk tetap konsisten menjaga tanah beserta kearifan lokal yang sudah mereka hidup sejak zaman leluhur. Mereka tidak menghendaki tanah sebagai sumber hidup dirampas oleh orang-orang atau korporasi yang tidak bertanggung jawab. Sedangkan kelompok masyarakat yang menerima perusahaan dengan serta merta mereka menerima kehadiran perusahaan tanpa mempertimbangkan akibat negatif yang jauh lebih besar dari pada apa yang mereka terima dari perusahaan. Tanah dan keariifan lokal hancur dan masa depan anak cucunya juga hancur.
Keempat, Ada dugaan terjadinya pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan proses masuknya sebuah perusahaan masuk ke suatu wilayah yang menjadi lokasi perkebunan dan pertambangan. Fakta yang terjadi biasanya perusahaan masuk ke suatu wilayah tanpa sepengetahuan masyarakat adat setempat. Seperti yang terjadi di wilayah Masyarakat Adat Dayak Modang, Desa Long Bentuk,Kecamatan Busang, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Di mana perusahaan sawit masuk menyerobot tanah masyarakat adat tanpa sepengetahuan masyarakat adat. Sampai sekarang konflik dengan pihak perusahaan sawit belum selesai. Masyarakat terus menuntut pihak perusahaan apa yang menjadi hak mereka.
Terima kasih, Pater. Artikel ini sangat membantu kami uituk mengembangkan advokasi yang relevan, menyeluruh dengan kerja-kerja penguatan di tingkat Komunitas Basis. 🙏🏽
Maaf, terima kasih, Bruder Yulius. Salam kenal, saya Yuliana di JPIC OFM Provinsi Duta Damai di Tanah Papua. 🙏🏽