Sebuah puisi lama jenis pantun berikut cukup menggambarkan pandangan klasik zaman lalu yang belum terlalu mengindahkan keindahan alam dan dunia traveling bahkan menyelekan alam yang sebetulnya berpotensi untuk menghibur dan menyembuhkan batin. Demikian bunyi pantun kala itu: ”Gendang gendut, tali kecapi, kenyang perut, senanglah hati.” Urusan perut dinomor satukan sampai menyepelekan bahkan mengabaikan keindahan alam yang berpotensi untuk keperluan perut dan mata (hati) sekaligus. Hati para pengunjung, manusia zaman ini berbunga-bunga sebagai penikmat keindahan alam yang demikian natural. Tidak mengherankan bahwa manusia zaman ini sungguh memanfaatkan alam dengan segala keindahannya untuk urusan perut. Mata didandani keindahan dan kemolekan alam raya yang tak terbatas. Ketika itu juga kejenuhan disampahkan di tengah alam terbuka dengan luapan ekspresi termodern: berpose ria, ber-tik-tok ria, ber-selfie ria, yang dihiasa beribu action dengan latar belakang dinding-dinding alam bebukitan penuh pesona. Bahkan berani ber-action di tengah kolam renang buatan manusia atau kolam besar yang menampung aliran air terjun. Semuanya bisa dan layak diabadikan karena alam selalu memberikan dirinya untuk dinikmati dan selalu menyediakan yang terindah bagi manusia.
Berita Terkait