
Berangkat Dari Pengalaman Advokasi (Apresiasi untuk Wue Marianus Gaharpung)
Oleh John Bala, S.H., Koordinator Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara Wilayah Bali-Nusra.
KEDUA: Apabila sudah ada (isi) peraturan hukumnya setingkat UU, PP, Perpres, Permen, Perda dan Perdes, tapi tetap tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang bertanggung-jawab, maka advokasi kami akan menyasar pada pihak-pihak yang bertanggung-jawab terebut agar menjalankan tugas-nya. Hal ini erat kaitannya dengan pengalaman kami di Kabupaten Sikka, yakni mendorong pemerintah Kabupaten Sikka memanjalankan Permendagri No. 52 Tahun 2014 untuk melakukan Identifikasi, Verifikasi, validasi, penetapan (Pengakuan dan Perlindungan) dan melakukan pembinaan terhadap keberadaan masyarakat adat Suku Soge Natarmage dan Suku Goban Runut. Seluruh tindakan ini menyasar pada perubahan “Stuctural Of Law” (Tatalaksana Hukum).
Caranya: 1) Loby, mediasi, kolaborasi, hearing, Demo/Unjuk Rasa Damai; 2) membangun opini public malaui media massa dan kampanye. Hari ini saya dan Wue Marianus Gaharpung sedang menjalankan cara yang kedua.
KETIGA: Apabila sudah ada isi hukum yang mengaturnya secara baik selanjutanya apparat pemerintah dan penegak hukumnya-pun telah menjalankan seluruh perintah peraturan tersebut secara baik, tapi masih saja ada masyarakat adat yang takut dan tidak tahu memperjuangkan hak-hak-nya, maka tugas advokasi yang harus dilakukan adalah meningkatkan kapasitas pengetahuan dan kesadaran mereka. Seluruh tindakan ini menyasar pada perubahan “Cultural Of Law” (Budaya Hukum Masyarakat).
Caranya: Melakukan pengorganisasian (memperkenalkan konsep demokrasi), Pendidikan Hukum Kritis dan HAM, penguatan basis data dari lisan ke data-data tertulis (etnografis) dan dari Peta Sketsa ke Peta Standart melalui pemetaan partisipatif, dan lain-lain.
