“Dari sini, kita dan terutama Pater Herri belajar dari Bunda Maria, hendaknya kita juga selalu memiliki hati yang peka, bukan hati yang pekak alias peke.Menjadi imam hendaknya peka terhadap apa yang Tuhan
Allah mau, hendaknya peka terhadap realitas sosial di tempat pelayanan kita. Apakah nanti Anda bertugas sebagai formator di Biara atau sebagai imam di Paroki, tanamkanlah rasa kepekaan yang dimiliki Maria
itu di dalam hatimu,” kata Pater Yanto.
Kedua, yang kita dapat dari kisah ini adalah bahwa kita hendaknya meneladani Bunda Maria dalam hal berdoa. Kita lihat tadi, Maria tidak memaksa Yesus dengan berkata ‘Hai anakku lihatlah mereka kehabisan
anggur, kau kan Tuhan, maka saya sebagai ibumu meminta sekarang juga ubahlah air menjadi anggu. Maria tidak berkata demikian. Tetapi Bunda Maria hanya memberikan informasi dengan tiga kata sederhana “Mereka Kehabisan Anggur.”
“Ini adalah model doa yang benar yaitu membiarkan kehendak Allah yang terjadi, dan bukannya memaksa Tuhan mengabulkan doa-doa kita yang kita mau. Dalam hidup ini, acap kali kita salah berdoa. Kita berdoa
bukannya membiarkan kehendak Tuhan yang terjadi, tetapi memaksa Tuhan menjadikan sesautu sesuai kehendak kita, bahkan dalam doa main ancam-ancam Tuhan segala,” kata Pater Yanto yang disambut tawa umat yang hadir.